Posted on 11 February 2016 by mediappti
(Untuk Orang-tua dan Guru)
Karena pada dasarnya kita semua adalah murabbi (guru) ...
“30 TAHUN MENDATANG ANAK KITA”
Oleh : Ustadz Muhammad Fauzil Adhim
Jangan remehkan dakwah kepada anak-anak !
Jika telah terikat hatinya dgn Islam, mereka akan mudah bersungguh-sungguh menetapi agama ini setelah dewasa.
Jika engkau gembleng mereka untuk siap menghadapi kesulitan, maka kelak mereka tak mudah ambruk hanya karena langkah mereka terhalang oleh kendala2 yg menghadang.
Tetapi jika engkau salah membekali, mereka akan menjadi beban bagi ummat ini di masa yg akan datang.
Cemerlangnya otak sama sekali tidak memberi keuntungan jika hati telah beku dan kesediaan untuk berpayah-payah telah runtuh.
Maka, ketika engkau mengurusi anak2 di sekolah, ingatlah sejenak.
Tugas utamamu bukan sekedar mengajari mereka berhitung. Bukan ... !!!
Engkau sedang berdakwah.
Sedang mempersiapkan generasi yg akan mengurusi ummat ini 30 tahun mendatang.
Dan ini pekerjaan sangat serius. Pekerjaan yg memerlukan kesungguhan berusaha, niat yg lurus, tekad yg kuat serta kesediaan untuk belajar tanpa henti.
Karenanya, jangan pernah main2 dalam urusan ini.
Apa pun yg engkau lakukan terhadap mereka di kelas, ingatlah akibatnya bagi dakwah ini 30-40 tahun yg akan datang.
Jika mereka engkau ajari curang dalam mengerjakan soal saja, sesungguhnya urusannya bukan hanya soal bagaimana agar mereka lulus ujian. Bukan...
Yang terjadi justru sebaliknya, masa depan ummat sedang engkau pertaruhkan !!!
Tidakkah engkau ingat bahwa induk segala dusta adalah ringannya lisan untuk berdusta dan tiadanya beban pada jiwa untuk melakukan kebohongan.
Maka, ketika mutu pendidikan anak2 kita sangat menyedihkan, urusannya bukan sekedar masa depan sekolahmu. Bukan...
Sekolah ambruk bukan berita paling menyedihkan, meskipun hal ini sama sekali tidak kita inginkan.
Yang amat perlu kita khawatiri justru lemahnya generasi yg bertanggung-jawab menegakkan dien ini 30 tahun mendatang.
Apa yg akan terjadi pada ummat ini jika anak2 kita tak memiliki kecakapan berpikir, kesungguhan berjuang dan ketulusan dalam beramal ?
Maka..., ketika engkau bersibuk dgn cara instant agar mereka tampak mengesankan, sungguh urusannya bukan untuk tepuk tangan saat ini.
Bukan pula demi piala2 yg tersusun rapi.
Urusannya adalah tentang rapuhnya generasi muslim yg harus mengurusi umat ini di zaman yg bukan zamanmu.
Kitalah yg bertanggung-jawab terhadap kuat atau lemahnya mereka di zaman yg boleh jadi kita semua sudah tiada.
Hari ini, ketika di banyak tempat, kemampuan guru-guru kita sangat menyedihkan, sungguh yg paling mengkhawatirkan adalah masa depan ummat ini.
Maka, keharusan untuk belajar bagimu.
Wahai Para Guru..., bukan semata urusan akreditasi.
Apalagi sekedar untuk lolos sertifikasi.
Yang harus engkau ingat adalah: “Ini urusan ummat... Urusan dakwah.”
Jika orang2 yg sudah setengah baya atau bahkan telah tua, sulit sekali menerima kebenaran, sesungguhnya ini bermula dari lemahnya dakwah terhadap mereka ketika masih belia; ketika masih kanak2.
Mereka mungkin cerdas, tapi Adab dan Iman tak terbangun.
Maka, kecerdasan itu bukan menjadi kebaikan, justru menjadi penyulit bagi mereka untuk menegakkan dien.
Wahai Para Guru..., belajarlah dgn sungguh2 bagaimana mendidik siswamu.
Engkau belajar bukan untuk memenuhi standar dinas pendidikan.
Engkau belajar dgn sangat serius sebagai ibadah agar memiliki kepatutan menjadi pendidik bagi anak2 kaum muslimin.
Takutlah engkau kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Sungguh, jika engkau menerima amanah sebagai guru, sedangkan engkau tak memiliki kepatutan, maka engkau sedang membuat kerusakan.
Sungguh, jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, tunggulah saatnya (kehancuran) tiba.
Ingatlah hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
“Jika amanah telah disia-siakan, maka tunggulah hari Kiamat.”
Dia (Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu) bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah menyia-nyiakan amanah itu ?”
Beliau menjawab, “Jika satu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah hari Kiamat!”
{HR. Bukhari}
Maka, keharusan untuk belajar dengan sungguh2, terus-menerus dan serius bukanlah dalam rangka memenuhi persyaratan formal semata-mata.
Jauh lebih penting dari itu adalah agar engkau memiliki kepatutan menurut Dien ini sebagai seorang murabbi (guru).
Sungguh, kelak engkau akan ditanya atas amanah yg engkau emban saat ini.
Wahai Para Guru..., singkirkanlah tepuk tangan yg bergemuruh. Hadapkan wajahmu pada tugas amat besar untuk menyiapkan generasi ini agar mampu memikul amanah yg Allah Ta'ala berikan kepada mereka.
Sungguh, kelak engkau akan ditanya di Yaumil-Qiyamah atas urusanmu.
Jika kelak tiba masanya sekolah tempatmu mengajar dielu-elukan orang sehingga mereka datang berbondong-bondong membawa anaknya agar engkau semaikan Iman di dada mereka, inilah saatnya engkau perbanyak istighfar.
Bukan sibuk menebar kabar tentang betapa besar nama sekolahmu.
Inilah saatnya engkau sucikan nama Allah Ta’ala seraya senantiasa berbenah menata niat dan menelisik kesalahan diri kalau2 ada yg menyimpang dari tuntunan-Nya.
Semakin namamu ditinggikan, semakin perlu engkau perbanyak memohon ampunan Allah ‘Azza wa Jalla.
Wahai Para Guru..., sesungguhnya jika sekolahmu terpuruk, yg paling perlu engkau tangisi bukanlah berkurangnya jumlah siswa yg mungkin akan terjadi.
Ada yg lebih perlu engkau tangisi dgn kesedihan yg sangat mendalam.
Tentang masa depan ummat ini; tentang kelangsungan dakwah ini, di masa ketika kita mungkin telah tua renta atau bahkan sudah terkubur dalam tanah.
Ajarilah anak didikmu untuk mengenali kebenaran sebelum mengajarkan kepada mereka berbagai pengetahuan.
Asahlah kepekaan mereka terhadap kebenaran dan cepat mengenali kebatilan.
Tumbuhkan pada diri mereka keyakinan bahwa Al-Qur’an pasti benar, tak ada keraguan di dalamnya.
Tanamkan adab dalam diri mereka.
Tumbuhkan pula dalam diri mereka keyakinan dan kecintaan terhadap As-Sunnah Ash-Shahihah.
Bukan menyibukkan mereka dgn kebanggaan atas dunia yg ada dalam genggaman mereka.
Ingat do’a yg kita panjatkan:
“Ya Allah, tunjukilah kami bahwa yg benar itu benar dan berilah kami rezeki kemampuan untuk mengikutinya.
Dan tunjukilah kami bahwa yg bathil itu bathil, serta limpahilah kami rezeki untuk mampu menjauhinya.”
Inilah do’a yg sekaligus mengajarkan kepada kita agar tidak tertipu oleh persepsi kita.
Sesungguhnya kebenaran tidak berubah menjadi kebatilan hanya karena kita mempersepsikan sebagai perkara yg keliru.
Demikian pula kebatilan, tak berubah hakekatnya menjadi kebaikan dan kebenaran karena kita memilih untuk melihat segi positifnya.
Maka, kepada Allah Ta’ala kita senantiasa memohon perlindungan dari tertipu oleh PERSEPSI SENDIRI.
Pelajarilah dgn sungguh2 apa yg benar; apa yg haq, lebih dulu dan lebih sungguh2 daripada tentang apa yg efektif.
Dahulukanlah mempelajari apa yg TEPAT daripada apa yg MEMIKAT.
Prioritaskan mempelajari apa yg BENAR daripada apa yg penuh GEBYAR.
Utamakan mempelajari hal yg benar dalam mendidik daripada sekedar yg membuat sekolahmu tampak besar bertabur gelar.
Sungguh, jika engkau mendahulukan apa yg engkau anggap mudah menjadikan anak hebat sebelum memahami betul apa yg benar, sangat mudah bagimu tergelincir tanpa engkau menyadari.
Anak tampaknya berbinar-binar sangat mengikuti pelajaran, tetapi mereka hanya tertarik kepada caramu mengajar, tapi mereka tak tertarik belajar, tak tertarik pula menetapi kebenaran.
Dakwah terhadap anak harus kita perhatikan.
Kesalahan mendidik terhadap anak kecil, tak mudah kelihatan.
Tetapi kita akan menuai akibatnya ketika mereka dewasa.